Rabu, 13 November 2013

Kritik Besar Untuk Pejabat Ber(otak) Kecil


                Rasa ragu akan proyek Kurikulum baru ini mulai memberikan bercak kotor di benakku mengenai kurikulum ini. Apalagi disaat tahun ajaranku menjadi ‘kelinci percobaan’ Kurikulum 2013. Bisa dikatakan kami yang merasakan tahun ajaran ini di SMA adalah ‘failed project’ nya kinerja pemerintah Indonesia.  Para tokoh pendidikan Indonesia yang sudah tua hingga tokoh yang masih belia memberikan kritikan terhadap proyek pemerintah akan kurikulum yang baru ini. Aku sudah mempunyai sedikit gambaran tentang kurikulum seperti apa yang akan aku hadapi. Kurikulum ini juga memasukkan pelajaran yang seharusnya dipelajari oleh otak-otak kelas 12 yang sudah bisa dan mampu menangkap maksud dari materi, bukan kepada kami kelas 10 yang masih remaja yang tentunya labil untuk bisa menangkap materi yang seharusnya diajarkan kepada kelas 12 dengan waktu yang lebih cepat. Kami masih terbiasa dengan pembelajaran masa SMP.  Namun, pemerintah memberikan kebijakan kepada guru untuk menuntut siswa menjadi proaktif dalam belajar dengan cara mencari materi-materi pokok ataupun materi-materi inti dalam suatu Bab atau suatu materi. Darimana kita bisa mengerjakan yang seperti itu? Guru merekomendasikan melalui internet. Namun tidak semua siswa memiliki internet. Belum juga dengan permasalahan siswa yang sudah pasti tidak semua memiliki fasilitas Internet. Kenapa bisa tidak memiliki fasilitas yang seharusnya dimiliki? Karena hak-haknya sudah dimakan oleh para pejabat yang merasa bahwa dirinya paling benar dan paling baik. Tapi kenyataannya pejabat-pejabat itu hanya memberikan sampah bobrok untuk masa depan pendidikan bangsa dibalik sofa yang mereka duduki saat sedang makan pizza yang renyah diatas penderitaan rakyat yang makan nasi bekas yang menjijikkan. Saus-saus dalam pizza yang dimakan para pejabat itu tidak sebanding dengan lendir para hewan pengurai yang sudah menempel pada makanan para rakyat. Apakah seperti ini yang namanya Indonesia Yang ‘katanya sih’ negara yang mementingkan kehidupan rakyat? Atau hanya rakyat yang besar? Atau kah rakyat yang bermulut besar? Atau kah rakyat besar yang bermulut besar? Mengapa bukan kepada rakyat kecil yang berhati besar? Bukan kepada rakyat kecil yang berkesabaran besar? Bukan kepada rakyat kecil yang memiliki otak dan pemikiran yang besar? Coba bandingkan perut mereka yang besar dan diisi oleh barang haram dari hasil milik rakyat kecil, dengan rakyat jelata yang berperut kering namun berisi hasil jerih payahnya sendiri? Inikah pemerintahan yang baik? Atau pemerintahan yang busuk?
                Apakah para pemerintah tidak bisa berfikir untuk para orang-orang yang dulu pernah diberi kalimat harapan olehnya saat konvoi mengelilingi kota menggunakan jeep tua dan dibuntuti oleh ratusan motor yang membuat bising jalanan kota? Hanya mulut besar kah yang kau anggap sebanding dengan tempat dudukmu yang besar? Kami rela hanya duduk di lincak empuk, disaat kalian duduk di sofa yang  busuk. Kami rela hanya berada di kesederhanaan namun bahagia, disaat kalian berada di kebahagiaan mewah namun penuh dengan kebusukan.
                Setelah kalian puas mengitari kota dengan kalimat-kalimat harapan yang hanya menyesakkan tenggorokan, apa realisasimu? Apa kalian hanya bisa membuat proyek namun tidak bisa bertanggungjawab akan keberhasilan proses tersebut? Kasian lah. Kami ini rakyat kecil. Kami hanya bisa merengek karena kekuasaan ada di tangan kalian. Namun, hati yang bersih ada di dalam diri kami. Jadi tolong, hargai kami sebagai kerikil-kerikil yang menopangmu berdiri di ketinggian kursi jabatan Indonesia. Berilah kami pendidikan sebaik mungkin untuk mendapatkan hasil di masa depan:))

Rabu, 06 November 2013

Namanya juga Remaja :) Faham kan?

Sekolah Menegah Atas. Menurut banyak orang sih ini jaman yang enak-enaknya buat hidup. Kehidupan remaja yang seringkali dikaitkan dengan kebebasan. Kebebasan yang tanpa adanya ikatan peraturan yang membuat gerak remaja semakin sulit. Apakah iya hal seperti inilah yang terjadi di masyarakat sekarang? Dimana yang namanya remaja bebas ngapain aja sesuka hatinya?

Menurutku sih yang seperti itu enggak salah juga. Asalkan masih ada norma yang mereka terapkan. Kalaupun toh  mereka melenceng aku yakin bahwa mereka bakal kembali ke jalan lurus. Namanya juga remaja. Jangan anggap bahwa yang namanya remaja sama anak-anak itu beda jauh. Ibaratkan remaja itu sebuah cabang pohon. Dia bukan ranting tapi dia juga bukan batang. Permasalahannya adalah kenapa remaja itu sering dikaitkannya dengan hal yang negatif? Apa selamanya yang namanya remaja seperti itu?

Pendapat yang salah. Salah besar. Pendapat bodoh. Apalagi kalau ada orang yang merasa dirinya itu udah dewasa bilang gini "Masih kecil aja kok udah berani tingkah yang jelek". Terus pertanyaanku, apa bedanya anak kecil, remaja, sama orang dewasa kalau sama-sama berbuat yang jelek? Apa kalau anak kecil berbuat jelek itu salah? Terus kalau orang dewasa berbuat jelek udah enggak salah gitu? Pendapat macam apa itu? Persetan banget sama pendapat orang yang bilang kalau anak kecil aja udah berani berbuat jelek. Otaknya dipake dong.
Remaja itu enggak sepenuhnya salah. Kami nakal? Iya. Tapi remaja yang nakal itu bukan remaja yang kriminalis. Kami masih berpendidikan. Bukan seperti orang lain diluar sana yang hanya lulusan SD dan berani berkata bahwa anak itu seperti diberi sebuah kandang untuk hidup dan hanya boleh melakukan apa kata orang yang lebih tua. Kami memang nakal. Tapi itu manusiawi. Kenakalan kami pun masih berpendidikan. Kami sering berbicara kasar kepada siapapun. Namun bukan berarti kami kurangajar. Kami hanya ingin suara kecil kami didengarkan dan dipahami untuk selanjutnya diberi respon. Terus kenapa kita sering bersuara tinggi? Jangan salahkan kami lagi. Kami hanya lelah karena kami hanya bisa berbicara saja dan meminta pada orang yang lebih tua namun kami tidak pernah direspon. Bukan berarti kami terlalu banyak meminta. Tapi sadarlah, kami remaja. Kami lanjutan dari anak-anak. Kami masih berusaha menuju dewasa. Kami sering merengek minta ini itu, nggak masalah kok. Toh lama-lama juga hilang kan? Lantas kenapa orang yang dewasa sering marah? Lagian mereka kan juga pernah ngrasain remaja kan? Kami masih berusaha buat menghilangkan kebiasaan kami yang kekanak-kanakan. Tolonglah paham tentang kami.


Kami hanya minta untuk dipahami :))
Mohon maaf juga jika ada kalimat yang mungkin kurang tepat:))